lahir di Bangkalan 07 Januari 1986. Ia adalah salah seorang pembina Sanggar Sastra Al-Amien (SSA), Karya-karyanya tersiar di Mingguan Wanita Malaysia, Mingguan WartaPerdana, Tunas Cipta, Daily Ekspres, Utusan Borneo, New Sabah Time, Mingguan Malaysiadll juga terkumpul dalam berbagai antologi terbit di dalam maupun luar negeri seperti Mengasah Alief, Akar Jejak, Jejak Sajak, Toples, Epitaf Arau, Solo Dalam Puisi, Menyiarat Cinta Haqiqi, Sinar Siddiq, Anjung Serindai, Unggun Kebahagiaan dll juga pernah dibacakan di beberapa tempat di Indonesia dan Malaysia termasuk di Kongres Penyair Sedunia ke-33, Penerima Anugerah Kedua Hescom2015 Vlog dan Rubaiyat (5 Desember 2015) di Malaysia. Buku puisi terbarunya Menemukan Allah (Pena House, 2016). Alamat Rumah Pondok Pesantren Al-Ittihad Junglorong Komis Kedungdung Sampang Madura. HP 087850742323
Posted by: Moh. Ghufron Cholid / Category:
Dina Ulvia
Aku.. Tak pernah minta diciptakan Tuhan untuk seperti ini. Tak pernah ingin dilahirkan menjadi begini. Beberapa orang memerankan tokohnya dalam kehidupanku. Muncul. Hilang. Datang. Lalu pergi. Terkadang kembali lagi. Berlalu lalang mengitari hidupku. Aku tak pernah memusingkannya. Tapi ada satu. Dan aku tak bisa untuk tidak peduli terhadapnya.
Semoga semuanya kembali normal. Dunia takkan hilang bersamaku. Dunia pun takkan hilang bersamamu. >>>>>Setelah menjelang dini hari. Langit dan hati sama derasnya kali ini. Hujan, ia datang mengiringi.
Kau selalu mengenakan baju merah Sebab merah mengingatkanmu pada warna dan anyir darah Darah korban pembantaian yang tak diberi hak mengungkap kesaksian Darah penyaliban yang memberangus hakikat kebenaran Dan darah perempuan yang membungkus janin di rahim ketidakberdayaan Kau selalu menyukai warna merah Sebab merah menjagamu pada kesetiaan cinta yang kau sakralkan Dan kesetiaan sebagai saksi atas rahasia yang luput dari mata sejarah Kesaksian atas aib yang hendak dihapuskan dari silsilah
M.E - Yogyakarta, Mei 2009
LAMBANG CINTA PENUH GAIRAH
Merah hidupmu Amarah dan gairah Dalam mengasah sejarah
Merah hidupmu Tanda cintamu Melukis cumbu Tak perduli walau menjadi abu
Elegi yang tak pernah terbaca mata dendam yang dungu
Ungu adalah semburat trauma dari birunya luka
Luka yang diasamkan genangan airmata dalam perjalanan lamban menempuh samudra
“terlalu getir sejarah itu, nak, jangan lagi anak cucu mengalami” wanti-wanti para ibu
Namun hingga kini kaumku tetap menganyam lembaran hidupnya dalam sejarah muram.
ME -- Yogyakarta, Mei 2009
MENGGAMBAR LUKA DALAM WARNA Teruntuk Penyair M.E
Menggambar luka dalam warna Semisal mengekalkan tanda di beranda masa... Lihat Selengkapnya Semua bunga bisa membaca Ada yang hanya menikmati warna Ada pula menggali sumber makna Di kedalaman kata