MALAM PERTAMA

Posted by: Moh. Ghufron Cholid / Category:

Posting cerpen by: moh. ghufron cholid
Total cerpen di baca: 4745
Total kata dlm cerpen: 998
Tanggal cerpen diinput: 13 Mar 2010 Jam cerpen diinput: 3:01 PM
1 Komentar cerpen


Oleh Moh. Ghufron Cholid

Herman ingin segera menikah dan ingin merasakan malam pertama. Herman ingin membuktikan kebenaran isi puisi karya sahabatnya, yang ditemukan berserakan di beranda rumahnya. Puisi yang sempat disimpan Herman dalam saku celananya, setelah menemukan, mengambil dan membaca isi puisi tersebut.Herman pun, ingin segera mengutarakan keinginannya kepada kedua orang tuanya, kepada Bapak Labib dan Ibu Herlin. Herman menghampiri Bapak Labib dan Ibu Herlin yang sedang duduk di ruang tamu. Herman mulai mengatur posisi duduk dan mulai membuka percakapan.”Ayah dan Ibu, Herman mau mengutarakan sesuatu!””Tentang apa Her?” tanya Bapak Labib dan Ibu Herlin serempak.“Tentang masa depan Herman!”“Memangnya, ada apa dengan masa depan kamu?”Herman diam sejenak dan mulai menarik nafas, lantas melanjutkan percakapannya.“Ayah dan ibu kan tahu, kalau Herman sudah besar!”Bapak Labib dan Ibu Herlin mengangguk. ”Trus” kata Bapak Labib dan Ibu Herlin serempak sambil memperhatikan Herman dengan tatapan serius namun bersahabat.“Herman, mau……?”“Katakan saja, tak usah malu-malu!”Herman diam. Herman mencoba menenangkan dirinya. Herman mencoba memberanikan dirinya, untuk mengutarakan isi hatinya.Tiba-tiba pintu berbunyi. Bapak Labib, segera menuju pintu dan membukanya. Herman mulai sedikit lega, paling tidak sampai Bapak Labib kembali ke tempat duduknya semula.Di luar pintu, Bapak Pos menyodorkan sebuah amplop coklat kepada Bapak Labib. “Dari siapa Pak?” “Bapak Ali, dari Jakarta!”“Terimakasih Pak!”Pak Pos sejenak diam sementara Bapak Labib menawarkan Pak Pos untuk masuk ke dalam rumahnya karena mau diberi hidangan. Namun Pak Pos, memilih pamit karena masih banyak tugas yang harus diselesaikan.Bapak Labib menganggukkan kepala sambil mengulurkan tangannya pertanda menerima permintaan Pak Pos. Perlahan, Bapak Labib memalingkan wajahnya dan segara masuk ke dalam rumah untuk melanjutkan percakapan yang sempat tertunda. “Dari siapa Pak!” kata Ibu Herlin membuka percakapan.”Kiriman dari Ali, keluarga kita yang ada di Jakarta””Herman!”panggil Bapak Labib”Ya, Pak!””Lanjutkan apa yang hendak kamu sampaikan barusan!”Herman gugup. Herman diam. Menyadari tingkah Herman yang gusar, Ibu Herlin pun angkat bicara,”Pak, buka saja amplok itu! Siapa tahu kita akan menemukan sesuatu di dalamnya. Lagi pula, Ali sudah lama tidak mengirim amplop pada kita, pasti dia akan memberi kabar tentang dirinya dan keluarganya kepada kita, atau mungkin dia akan memberikan kejutan spesial untuk keluarga kita!”Herman mulai tenang dan bisa bernafas lega, paling tidak bisa lebih aman hingga Bapak Labib membuka isi amplop dan membacakan isinya di depan semua anggota keluarga Labib. ”Ada surat dan sebuah foto perempuan berjilbab di dalamnya.””Kita baca sejenak saja!” Ibu Herlin memberi usul disertai anggukan Herman sebagai tanda setuju. ”Mungkin ada baiknya, kalau kita baca saja berdua di dalam kamar, siapa tahu ada kejutan di dalamnya!” usul Bapak Labib.”Benar juga usul bapak!”Herman hanya bisa diam dan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sambil memikirkan isi amplop yang baru diterima ayahnya dari Pak Pos.Akhirnya, Bapak Labib dan Ibu Herlin masuk kamar sementara Herman masih duduk di ruang tamu. Herman masih mencoba mengumpulkan keberanian dalam dirinya, agar Herman mampu mengutarakan keinginannya untuk cepat menikah dan bisa merasakan nikmatnya malam pertama. ###Ruang tamu masih tenang. Tak ada seorang pun yang duduk di kursi tamu, selain Herman.Pagi itu, Herman pun segera mengambil secarik kertas yang ada di saku celananya. Secarik kertas yang berisi puisi tentang malam pertama, karya sahabatnya yang ditemukan Herman di beranda rumahnya tanpa sengaja.Perlahan, Herman mulai membuka secarik kertas tersebut dan mulai membacanya, Malam PertamaBuah Pena Ibnu CholidKata orang malam pertama itu, sangat menakjubkan dan tak bisa dilukiskan.Kata orang malam pertama adalah puisi cinta yang paling didamba oleh dua jiwa yang saling bercinta. Kata orang malam pertama adalah surga yang tak pernah ditemukan di taman remaja.Herman mengulang-ulang membaca puisi tersebut dengan penuh penghayatan. Tanpa disadari Bapak Labib dan Ibu Herlin menghampiri Herman. ”Herman!” Bapak Labib membuka pembicaraan.”Ada apa ayah?””Ayah dan Ibu sepakat untuk....?”Herman terdiam. Herman mencoba mennenangkan dirinya dan mencoba mencari jawaban dari ucapan ayahnya yang belum selesai itu, sambil berdoa, Ya Allah berikanlah kabar yang menggembirakan bagi hambaMu ini. Kabulkanlah doa hamba, berikan jalan termudah bagi hamba agar hamba bisa cepat menikah dan bisa merasakan nikmat malam pertama.”Bapak dan Ibu punya kejutan buatmu. Tapi, kamu tenangkan dirimu terlebih dahulu!”Hati Herman berdegup kencang. Herman semakin penasaran. Herman duduk antara dua rasa yaitu antara penasaran dan senang.Penasaran lantaran Herman belum tahu, maksud perkataan ayahnya. Senang Herman bisa punya banyak waktu mengumpulkan keberanian dalam dirinya untuk mengutarakan keinginannya, cepat menikah dan bisa menikmati malam pertama. “Kami punya kabar baik untukmu!“Tentang apakah itu, ayah?”“Pamanmu Ali, berniat akan...,””Cepat katakan saja, Herman tidak sabar ingin mengetahui kabar baik itu!” “Sabar dan tenangkan dirimu! Baiklah, ayah akan memberimu kabar baik bahwa pamanmu akan menikahkanmu dengan…, ”“Menikah!””Ya, pamanmu akan menikahkanmu dengan putri bungsunya bernama Yulia. Perempuan yang sangat anggun di balik jilbabnya. Perempuan yang sangat santun tutur katanya. Perempuan yang sangat sopan tingkah lakunya!””Coba ulangi perkataan ayah! pinta Herman kepada ayahnya dengan penuh iba, seakan-akan Herman tidak percaya dengan kabar baik yang diterimanya.“Paman Alimu, akan menikahkanmu dengan putri bungsunya, Yulia”Herman pun segera sujud syukur atas kabar baik yang baru diterimanya sambil berbisik dalam hatinya, asyik aku akan segera menikah dan aku akan segera mengetahui dan akan segera membuktikan kebenaran isi puisi yang ditulis sahabatku. Terimakasih ya Allah sebab Kau telah memberika kejutan yang sangat membahagiakan bagiku.Beberapa hari kemudian, Herman dan Yulia menikah. Mereka pun menikmati malam pertamanya, dengan sangat bahagia. Lantas, Herman pun berkata, kenapa tidak dari dulu aku menikah, rasanya aku tak mau waktu cepat berlalu membawa kemesraan cumbu. Al-Amien,

09 Januari 2010
Sumber http://cerpen.net/cerpen-cinta/malam-pertama.html


Baca selengkapnya »

Menapak Jejak Amien Rais, Persembahan Seorang Putri untuk Ayah Tercinta

Posted by: Moh. Ghufron Cholid / Category:


Resensi Buku — parapenuliskreatif @ 22:24

Judul : Menapak Jejak Amien Rais, Persembahan Seorang Putri untuk Ayah Tercinta
Penulis : Hanum Salsabiela Rais
Penerbit : Esensi Group Erlangga
Tahun : 2010

Kini sewindu lebih usia reformasi. Tapi melihat persoalan-persoalan bangsa hari ini, rasa-rasanya cita-cita reformasi makin menggelayut kabur dari pandangan kita. Ibarat panggang jauh dari api. Toh, tokoh-tokoh reformasi garda depan tetap dipuja, dikagumi. Meski tak jarang pula dihujat dan dipertanyakan konsistensi perjuangannya.

Pada titik kontradiksi penilaian di atas, gerakan reformasi seperti padang Kurusetra dalam epos Mahabrata. Kurawa mewakili motivasi jahat dan pragmatis-individualistik dari tokoh reformasi, sedang Pandawa mewakili motivasi idealis, keikhlasan dan kejujuran untuk melihat bangsa ini sejahtera. Kira-kira begitu.

Tokoh reformasi dipuja lantaran keberaniannya, loyalitasnya terhadap reformasi dan pengorbanannya. Tapi mereka juga dihujat karena dituduh menumpang kesuksesan secara instan pada kerja-kerja pergerakan yang jauh sebelum gerakan reformasi telah “memasang kuda-kuda” untuk merubah keadaan Indonesia dari ambang kehancuran di bawah rezim diktator. Bagi mereka yang menuduh itu, gerakan reformasi dalam sisi yang lain hanya menguntungkan para elit yang bermuka dua. De facto, kita memang tak bisa menampik tuduhan ini. Tokoh-tokoh reformasi banyak yang bertindak opurtunis!

Oportunisme para tokoh reformasi bisa dilihat dari kentalnya “relasi” Soeharto-Orde Baru, namun terpaksa mematuhi tuntutan hak sipil-politik demokratis. Hal itu tercermin dari kebijakan-kebijakan yang diambil oleh tokoh-tokoh reformasi yang bukan kebetulan setelah reformasi banyak menduduki “post-post” kekuasaan. Ditangan mereka, tindakan-tindakan yang diambil sama sekali tak mencerminkan semangat reformasi melainkan merefleksikan bahwa spirit Orde Baru masih berkelanjutan dan terus hidup dalam bentuknya yang nyaris baru: pertama, masih belum tuntasnya kejahatan HAM dari 1965-1998 sampai Munir, hingga hari ini. Kedua, secara ekonomi masih meneruskan kebijakan pembangunisme Orba serta neoliberalisme yang melahirkan kemiskinan, ketimpangan sosial dan ketergantungan utang masif (Fajroel Rahman, Kompas 16 Mei 2009).

Diantara para tokoh reformasi garda depan yang kita singgung di atas, Amien Rais salah satunya. Bahkan mungkin, ia adalah tokoh reformasi yang paling banyak menenggak hujatan, celaan dan tekanan. Hanum Salsabiela Rais, anak kedua Amien Rais, lewat bukunya Menapak Jejak Amien Rais Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta merekam dari “jarak dekat” semua kisah-kisah perjuangan Amien Rais sebelum dan sesudah reformasi itu.

Amien Rais Di balik Panggung
Penulis menceritakan kisah-kisah di balik panggung seorang Amien Rais. Terlebih alasan-alasan mengenai segala tindakan dan sikapnya yang mungkin selama ini belum diketahui publik. Atau sudah diketahui publik, tapi mungkin berbeda dalam hal cara penyampaian: ia sebagai tokoh reformasi dan ia sebagai bapak dari seorang anak dalam suatu keluarga. Ini yang menarik. Sebab cara penyampaian setiap alasan seorang bapak atas segala tindakan-tindakannya terhadap anaknya yang sudah cukup dewasa dan kritis, umumnya lebih jujur dan bertanggung jawab serta juga penuh kearifan.

Hal itu yang tercermin dalam buku setebal 284 halaman ini. Hanum begitu ia disapa, telaten menguntai kesan dari serpihan ingatan akan kenangan perjalanan bersama bapaknya terlebih dalam mengawal reformasi. Mulai dari kesan perjuangan selama reformasi: saat keluarganya mendapat tekanan yang luar biasa dari orang suruhan rezim; ketabahan dan ketegaran ibunya dalam men-support perjuangan bapaknya; kesalehan bapaknya yang menjadikannya “berani”, maupun pasca reformasi: saat Amien mendirikan partai PAN dan bertarung dalam pemilu demokratis pertama setelah reformasi, yang juga menuai kontroversi (lihat polemik antara Sukidi dan Hajriyanto B. Tohari di Kompas, yang kemudian dikompilasi dalam buku “Teologi Inklusif Cak Nur”).

Dalam buku ini, Hanum memang tidak hanya merekam kesan atas kenangan bersama bapaknya selama mengawal reformasi, tetapi Hanum juga bercerita soal bagaimana Pak Amien mendidik anak-anaknya; memberikan teladan yang baik; tentang “suka-duka” sebagai anak Amien Rais; bahkan tentang pernikahan dirinya. Meski porsi penceritaan hal ini sangat minimal dibanding cerita selama masa-masa reformasi.

Pengalamannya dalam bidang jurnalistik –ia pernah menjadi reporter TRANS TV–membuat tulisan dalam bukunya mengalir dan ringan, layaknya feature atau bahkan buku harian. Sehingga mudah dicerna oleh semua kalangan. Meski bagi mereka yang sudah membaca buku-buku tentang Amien Rais, seperti misal buku biografi “Amien Rais: Putra Nusantara” karya Irwan Omar, atau buku Amien Rais sendiri, “Melangkah Karena Dipaksa Sejarah” seakan-akan tak mendapat informasi baru terkait Amien Rais, kecuali pengulangan-pengulangan (tautologi) dalam bahasa yang berbeda. Langkah-langkah politik Amien Rais yang terbaru pun (niatnya kembali mengurus Muhammadiyah dan “kecenderungannya” menyokong Drajat Wibowo dalam pemilihan ketua umum PAN periode tahun 2010-2014 – yang juga sempat ramai ditanggapi publik), luput dari perhatian Hanum.

Tapi dalam konteks, semakin mengerasnya kerumitan persoalan-persoalan bangsa yang secara vulgar mencederai cita-cita reformasi belakangan ini, terbitnya buku-buku yang mengupas seputar reformasi beserta tokoh-tokohnya memang dirasa penting dan perlu sebagai alarm (atau meminjam bahasa Hanum sendiri sebagai wake up call) atas lupanya (?) masyarakat Indonesia terlebih elit-elit politik terhadap cita-cita luhur reformasi.

Kelebihan (yang mungkin juga akan menjadi kekurangan) buku ini adalah ditulis oleh anak Amien Rais sendiri. Seperti halnya dalam penelitian, paradigma kualitatif dengan seperangkat metode pengambilan datanya yang menuntut peneliti live in dengan yang diteliti memang akan lebih banyak memberikan informasi lebih mendalam, meski selalu takkan luput dari tuduhan “tak objektif”. Begitu halnya buku ini, yang sudah diwanti-wanti tak objektif sejak draf awal penulisan oleh Professor Hanum sendiri di Vienna University of Economic.
Beberapa Kritik atas Buku ini
Selain itu, beberapa hal yang menjadi kritik buku ini adalah pertama, karena pendekatan penulisan buku ini lebih menyerupai dairy writing. Kita sesekali akan menemukan rupa-rupa narsisme yang mungkin kurang perlu. Kedua, secara teknis penulisan, masih banyak ditemukan salah ketik termasuk besar kecilnya huruf di sana-sini. Ketiga, karena secara keseluruhan penulisnya lebih banyak memberikan porsi penceritaan terkait kesan-kesan atas kenangan bersama bapaknya selama mengawal reformasi, judul buku ini dirasa kurang tepat. Jejak Amien Rais tentu sangat luas dan panjang, akan terkesan tereduksi jika membaca keseluruhan isi dan judul buku. Tapi apapun itu, buku ini layak untuk diapresiasi. Selamat membaca

Sumber http://parapenuliskreatif.wordpress.com/2010/05/25/menapak-jejak-amien-rais-persembahan-seorang-putri-untuk-ayah-tercinta/


Baca selengkapnya »