-siapa yang datang menyantap tatap
sambil meneguk linang airmata-
kamis; 15 Ramadlan 1428 H, tepat jam dua malam, beliau diberangkatkan Tuhan,
menuju sebuah huni yang mungkin lebih teduh banginya.
Mikropon meneriakkan perpisahan, mengabarkan rentetan sendu dari ruang tamu.
Orang-orang menyambut, menyebut tapak perjuangannya kala lampau, sementara
hari dalam balutan duka;
Sejenak karangan bunga
Sesaat tetes airmata
Setiap panjatan doa
adalah pengantar rebahnya, mengantar almarhum ke lelap panjang
“seorang mujahid telah meninggalkan perang yang belum usai”, kata anak-anak
panah dengan busur haru di dada. Lantun kesabarannya mendinginkan musim dalam hatiku,
hingga petuah-petuahnya memupuk kerontangku untuk selalu ingat Tuhan
100 hari terasa serak, ditinggalnya kubah hijau dan sorban hijau kemudian
mengumpulkan kembali 1000 lebih harum masa silam dalam 1 tembang peringatan.
Orang-orang berdatang kembali, mengenang kembali tegak aksara yang
terlantun dalam garis-garis I’tikafnya, seraya membubung Tahlil berikut Yasin
puisi ini melawat, melawat tumpahnya cahaya
puisi ini mengumpat, mengumpat tabahnya udara
puisiku tidak menyanggupi pikir dan dzikirnya,
melainkan“ana abdun man aallamani harfan”
lima-enam/Jan.08
Biodata Penulis
Teruntuk almarhum Kyai Tidjani Djauhari Ia adalah salah satu penyair Al-Amien angkatan 31 buku Antologi yang ditulisnya bersama sahabat-sahabatnya berjudul Antologi Puisi Mengasah Alief (2007)
0 komentar:
Posting Komentar